PEMUDA
DAN SOSIALISASI
Ahmad fadillah
1b116011
INTERNALISASI BELAJAR DAN
SPESIALISASI
Sebelum
membicarakan internalisasi belajar dan spesialisasi. Baiklah kami kutip sebuah
artikel yang dimuat pada harian kompas, hari Senin, tanggal 11 Februari 1985,
sebagai berikut :
Seminar Tentang Remaja
Anomi di Kalangan Remaja Akibat
Kekaburan Norma,
Jakarta Kompas.
Masa remaja
adalah masa transisi dan secara psikologis sangat problematis, masa ini
memungkinkan mereka berada dalam anomi (keadaan tanpa norma atau hokum, Red)
akibat kontradiksi norma maupun orientasi mendua. Dalam keadaan demikian,
seringkali muncul perilaku menyimpang atau kecenderungan melakukan pelanggaran.
Kondisi ini juga memungkinkan mereka menjadi sasaran pengaruh media massa.
Demikian rangkuman pembicaraan Dekan FISIP-UI Dr. Manasse Malo, Ketua Jurusan Psikologi
Sosial-UI Drs. Enoch Markum dan Staf Pengajar Jurusan Komunikasi Massa Drs.
Zulkarimen Nasution M.Sc. Dalam seminar “Remaja dalam Prospek Perubahan Sosial”
di Gedung Sarwahita Komplek UI Rawamangun, hari Sabtu. Seminar satu hari itu
diadakan dalam rangka Dies Natalis Universitas Indonesia ke-36.
Anomi, menurut
Enoch Markum, muncul akibat keanekaragaman dan kekaburan norma. Misalnya norma
A yang ditanamkan dalam keluarga, sangat bertentangan dengan norma B yang ia
saksikan di luar lingkungan keluarga.
Masyarakat, yang
diharapkan mampu memberi jawaban, juga berada dalam keadaan transisi, sehingga
tidak mampu memberikan apa yang diinginkan remaja.
“Dalam keadaan
bingung inilah mereka berusaha mencari pegangan norma lain yang bisa mengisi
kekosongan tersebut. Dan inilah kesempatan yang memberi peluang pada
penyimpangan dan pelanggaran akibar keaslahan pegangan”, ujar Enoch Markum.
ORIENTASI MENDUA
Sedangkan
mengenai orientasi mendua, menurut Dr. Male, adalah orientasi yang bertumpu
pada harapan orang tua, masyarakat dan bangsa yang sering bertentangan dengan
keterikatan serta loyalitas terhadap peer(teman sebaya apakah itu dilingkungan
belajar(sekolah) atau diluar sekolah.
Sementara itu
Zulkarimen Nasution mengutip pendapat ahli komunikasi J. Kapper dalam bukunya
The Effect of Mass Communication mengatakan kondisi bimbang yang di alami para
remaja menyebabkan mereka melahap semua isi informasi tanpa seleksi.
Dengan demikian,
mereka adalah kelompok potensial yang mudah dipengaruhi media massa, apapun
bentuknya. Keadaan bimbang akibat orientasi mendua, menurut Dr. Malo juga
menyebabkan remaja nekat melakukan tindak bunuh diri.
Untuk mengatasi
hal ini. Dr. Malo mengemukakan beberapa alternative. Jalan ke luar yang diambil
harus memperhitungkan peranan peer group. Program pendidikan yang melawan arus
nilai peer, besar kemungkinannya tidak berhasil. Penggunaan waktu luang remaja
juga diperhatikan, untuk menanggulangi masalah tersebut.
Sementara Enoch
Markum berpendapat, agar orang dewasa tidak selalu menganggap setiap youth
culture adalah counter culture. Remaja harus diberi kesempatan berkembang dan
berargumentasi. “Tidak semua yang termasuk dalam youth culture jelek”,
tambahnya.
Enoch Markum
juga melihat perbedaan yang berarti, antara remaja dulu dan sekarang. Ini
disebabkan munculnya fungsi-fungsi baru dalam masyarakat yang dulu tidak ada.
“Banyaknya pilihan juga menyebabkan kian kompleksnya masalah” sambungnya lagi.
Ia hanya
menawarkan dua alternative pemecahan masalah. Pertama mengaktifkan kembali
fungsi keluarga, dan kembali pada pendidikan agama karena hanya agama yang bisa
memberikan pegangan yang mantap. Kedua, menegakkan hokum akan berpengaruh besar
bagi remaja dalam proses pengukuhan identitas dirinya.
PERAN MEDIA MASSA
Menurut
Zulkarimen Nasution, dewasa ini tersedia banyak pilihan isi informasi.
Dengan demikian,
kesan semakin permisifnya masyarakat juga tercermin pada isi media yang
beredar. Sementara masa remaja yang merupakan periode peralihan dari masa
kanak-kanak menuju masa dewasa, ditandai beberapa ciri. Pertama, keinginan
memenuhi dan menyatakan identitas diri. Kedua, kemampuan melepas diri dari
ketergantungan orang tua. Ketiga, kebutuhan memperoleh akseptabilitas di tengan
sesame remaja.
Ciri-ciri ini
menyebabkan kecenderungan remaja melahap begitu saja arus informasi yang serasi
dengan selera dan keinginan mereka. Zulkarimen juga mengamati, para tetua yang
tadinya berfungsi sebagai penapis informasi atau pemberi rekomendasi terhadap
pesan-pesan yang diterima kini tidak berfungsi sebagai sedikala.
PERLU DIKEMBANGKAN
Suwarniayati
Sartomo berpendapat, remaja sebagai individu dan masa pancaroba mempunyai
penilaian yang belum mendalam terhadap norma, etika dan agama seperti halnya
orang dewasa. Dari penelitian yang dilakukan diketahui, pada umumnya responden
merasa tidak sepenuhnya bertanggung jawab terhadap masalah kenakalan remaja.
Mereka
menganggap tanggung jawab mengenai masalah kenakalan remaja sepenuhnya berada
di pihak yang berwajib.
Dari artikel
diatas dapat disimpulkan bahwa masalah kepemudaan dapat ditinjau dari 2 asumsi
yaitu :
1. Penghayatan mengenai
proses perkembangan bukan sebagai suatu kontinum yang sambung menyambung tetapi
fragmentaris, terpecah-pecah, dan setiap fragmen mempunyai artinya
sendiri-sendiri.
2. Posisi pemuda dalam
arah kehidupan itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh suatu anggapan bahwa pemuda
tidak mempunyai andil yang berarti dalam ikut mendukung proses kehidupan
bersama dalam masyarakat. Pemuda dianggap sebagai obyek dari penerapan pola-pola
kehidupan dan bukan sebagai subyek yang mempunyai nilai sendiri.
PEMUDA DAN IDENTITAS
Pemuda adalah
suatu generasi yang dipundaknya terbebani bermacam-macam harapan, terutama dari
generasi lainnya. Hal ini dapat dimengerti karena pemuda diharapkan sebagai
generasi penerus, generasi yang akan melanjutkan perjuangan generasi
sebelumnya, generasi yang harus mengisi dan melangsungkan estafet pembangunan
secara terus menerus.
A.
Pembinaan dan
Pengembanga Generasi Muda
Dalam hal
pembinaan dan pengembangan generasi muda menyangkut dua pengertian pokok,
yaitu:
1.
Generasi muda sebagai
subyek pembinaan dan pengembangan adalah mereka yang telah memiliki bekal-bekal
dan kemampuan serta landasan untuk dapat mandiri dalam keterlibatannya secara
fungsional bersama potensi lainnya, guna menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapi bangsa dalam rangka kehidupan berbangsa dan bernegara serta
pembangunan nasional.
2.
Generasi muda sebagai
obyek pembinaan dan pengembangan ialah mereka yang masih memerlukan pembinaan
dan pengembangan ke arah pertumbuhan potensi dan kemampuan-kemampuannya ke
tingkat yang optimal dan belum dapat bersikap mandiri yang melibatkan secara
fungsional.
B.
Masalah dan Potensi Generasi Muda
1.) Permasalahan
Generasi Muda.
Berbagai permasalahan generasi muda
yang muncul pada saat ini antara lain:
a.) Dirasa
menurunnya jiwa idealism, patriotisme , dan nasionalisme di kalangan masyarakat
termasuk generasi muda.
b.) Kekurangpastian
yang di alami oleh generasi muda terhadap masa depannya.
c.) Belum
seimbangnya antara jumlah generasi muda dengan fasilitas pedidikan yang
tersedia, baik yang formal maupun nor formal. Tingginya jumlah putus sekolah
yang di akibatkan oleh berbagai sebab yang bukan hanya merugikan generasi muda
sendiri, tetapi juga merugikan seluruh bangsa.
2.) Potensi-Potensi
Generasi Muda/Pemuda
Potensi-potensi yang terdapat pada
generasi muda perlu dikembangkan adalah:
a.)
Idealisme dan daya
kritis.
b.)
Dinamika dan
kreatifita.
c.)
Keberanian mengambil
resiko.
d.)
Optimis dan kegairahan
semangat.
e.)
Sikap kemandirian dan
disiplin murni.
f.)
Terdidik.
g.)
Keanekaragaman dalam
persatuan dan kesatuan.
h.)
Patriotism dan
nasionalisme.
i.)
Sikap kesatria.
j.)
Kemampuan penguasaan
ilmu dan teknologi.
Sosialisasi adalah
proses yang membantu individu melalui belajar dan penyesuaian diri, bagaimana bertindak dan berpikir agar ia
dapat berperan dan berfungsi, baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat. Proses sosialisasi sebenarnya berawal dari dalam keluarga.
Tujuan pokok
sosialisasi adalah:
1) Individu harus diberi
ilmu pengetahuan (keterampilan) yang dibutuhkan bagi kehidupan kelak di
masyarakat.
2) Individu harus mampu
berkomunikasi secara efektif dan mengembangkan kemampuannya.
3) Pengendalian fungsi-fungsi
organik yang dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat.
4) Bertingkah laku selaras
dengan norma atau tata nilai dan kepercayaan pokok yang ada lembaga atau
kelompok khususnya dan masyarakat umumnya.
3.) PERGURUAN
DAN PENDIDIKAN.
A.
MENGEMBANGKAN POTENSI
GENERASI MUDA
Di negara-negara maju, salah satu
diantaranya adalah Amerika Serikat. Di negeri ini pada umumnya para generasi
muda mendapat kesempatan luas dalam mengembangkan kemampuan dan potensi idenya.
Para mahasiswa sebagian bagian dari generasi muda, didorong, dirangsang dengan
berbagai motivasi dan dipacu untuk maju dalam berlomba menciptakan suatu
ide/gagasan yang harus diwujudkan dalam suatu bentuk barang, dengan
berorientasi pada teknologi mereka sendiri.
Pembinaan dan pengembangan potensi
angkatan muda pada tingkat perguruan tinggi, lebih banyak diarahkan dalam
program-program studi dalam berbagai ragam pendidikan formal. Mereka dibina
digembleng di laboratorium-laboratorium dan pada kesempatan-kesempatan praktek
lapangan.
Kaum muda memang betul-betul
merupakan suatu sumber bagi pengembangan masyarakat dan bangsa. Oleh karena
itu, pembinaan dan perhatian khusus harus diberikan bagi kebutuhan dan
pengembangan potensi mereka.
B.
PENDIDIKAN DAN
PERGURUAN TINGGI
Dalam arti ini pembicaraan tentang
generasi muda/pemuda, khususnya yang berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi
menjadi penting karena berbagai alasan.
Pertama, sebagai kelompok
masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mereka memiliki pengetahuan yang
luas tentang masyarakatnya, karena adanya kesempatan untuk terlibat di dalam
pemikiran, pembicaraan serta penelitian tentang berbagai masalah yang ada dalam
masyarakat. Kesempatan ini tidak dimiliki oleh generasi muda pemuda pada
umumnya.
Kedua, sebagai kelompok masyarakat
yang paling lama di bangku sekolah, maka mahasiswa mendapatkan proses
sosialisasi terpanjang secara berencana, dibandingkan dengan generasi
muda/pemuda lainnya. Melalui berbagai mata pelajaran seperti PMP, sejarah dan
Antropologi maka berbagai masalah kenegaraan, dan kemasyarakatan dapat di
ketahui.
Ketiga, mahasiswa yang berasal dari
berbagai etnis dan suku bangsa dapat menyatu dalam bentuk terjadinya akulturasi
sosial dan budaya. Hal ini akan memperkaya khasanah kebudayaannya, sehingga
mampu melihat Indonesia secara keseluruhan.
Keempat, mahasiswa sebagai kelompok yang
akan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur perekonomian dan
prestise di dalam masyarakat, dengan sendirinya merupakan elite di kalangan
generasi muda/pemuda, umumnya mempunyai latar belakang sosial ekonomi, dan
pendidikan lebih baik dari keseluruhan generasi muda lainnya. Dan adalah jelas
bahwa mahasiswa pada umumnya mempunyai pandangan yang lebih luas dan jauh ke
depan serta keterampilan berorganisasi yang lebih baik di bandingkan dengan
generasi muda lainnya.
Berikut beberapa
contoh kasus-kasusnya dalam kehidupan dilingkungan masyarakat:
1. Penggunaan
narkoba
Remaja yang
menggunakan narkoba bukan berarti memiliki moral yang lemah. Banyaknya zat
candu yang terdapat pada narkoba membuat remaja sulit melepaskan diri dari
jerat narkoba jika tidak dibantu orang-orang sekelilingnya. Zat kokain dan
methamphetamine yang terdapat dalam narkoba akan memunculkan energi dan
semangat dalam waktu cepat. Sedangkan heroin, benzodiazepines dan oxycontin
membuat perasaan tenang dan rileks dalam otak. Ketika otak sudah tidak menerima
lagi asupan zat-zat tersebut, maka akan timbul rasa sakit dan itulah yang
membuat seseorang kecanduan.
2. Mengonsumsi
alkohol
Alkohol
merupakan substansi utama yang paling banyak digunakan remaja dan sering
berhubungan dengan kecelakaan kendaraan bermotor yang merupakan penyebab utama
kematian remaja. Menurut Clinical and Experimental Research, remaja yang
mengonsumsi alkohol, daya ingatnya akan berkurang hingga 10 persen.
Substance Abuse
and Mental Health Services Administration juga mengatakan bahwa 31 persen
remaja yang minum alkohol mengaku stres karena jarang diperhatikan oleh orang
tua.
3. Hubungan
Seksual Pra Nikah
Beberapa faktor
yang mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah adalah membaca
buku porno dan menonton film porno. Adapun motivasi utama melakukan senggama
adalah suka sama suka, pengaruh teman, kebutuhan biologis dan merasa kurang taat
pada nilai agama.
Sebuah studi
yang dilakukan oleh peneliti dari Ohio University menyebutkan bahwa remaja yang
melakukan hubungan seks di usia dini cenderung menjadi pribadi yang meresahkan
masyarakat, yaitu menjadi seorang pemalak.
4. Aborsi
Hampir setiap
hari ada 100 remaja yang melakukan aborsi karena kehamilan di luar nikah. Jika
dihitung per tahun, 36 ribu janin dibunuh oleh remaja dari rahimnya. Ini
menunjukkan pergaulan seks bebas di kalangan remaja Indonesia saat ini sangat
memperihatinkan. Survei Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia
menemukan jumlah kasus aborsi di Indonesia setiap tahunnya mencapai 2,3 juta
dan 30% di antaranya dilakukan oleh remaja. Menurut National Abortion
Federation, sebanyak 4 dari 5 wanita di Amerika telah melakukan hubungan seks
sebelum usia 20 tahun, dan sebanyak 70 persennya adalah remaja. Karena mental
yang belum siap, mereka pun melakukan aborsi. Pengetahuan seks yang kurang
menjadi salah satu pemicunya.
5. Kecanduan
Game
Terlalu sering
bermain game akan membahayakan fisik dan psikologisnya. Seperti dikutip dari
Psychiatric Time, alasan anak-anak bermain game adalah ingin mencoba sesuatu
yang baru dan untuk menghilangkan stres akibat tugas sekolah atau karena suatu
masalah.
Seorang anak
boleh saja bermain game, asalkan waktunya dibatasi dan hal yang terpenting
adalah pemilihan game yang tepat untuk anak-anak.
Sumber :
http://elearning.gunadarma.ac.id/index.php?option=com_wrapper&Itemid=36