Wednesday, October 31, 2012

Tulisan Manajemen Umum (Soft Skill)


Cerpen
Slamet dan Kawannya
By. Deny Fadjar Suryaman
    Gedubrakkkkk.. “aduuuhhh, siaalllll” lagi – lagi Slamet jatuh dari kasur yang seakan – akan itu telah menjadi tanda alarm yang slalu membuatnya terbangun dari tidurnya. Aneh, yah memang aneh, dulu waktu dia pertama kali lahir dari lobang ibunya (ingat lobang yang di bawah bukan lobang hidung ibunya) bapaknya kasih dia nama ‘Slamet’ itu karena bapaknya berharap dia tumbuh jadi anak yang beruntung, tapi entah aura apa yang slalu menaunginya sampai dia untuk bangun dari tidur aja slalu sial ‘Hahahahaa’.
   Pagi itu setelah dia terjatuh dari tempat tidurnya, dia langsung beranjak ke kamar mandi. Di tempat yang kata anak muda zaman sekarang itu tempat bergalau karena di kamar mandi terdapat shower sebuah alat paten yang biasa digunakan anak muda untuk mengobati rasa galaunya itu Slamet hanya melakukan kebiasaannya setiap kali dia mandi, yaitu: hanya bergosok gigi dan membersihkan muka dengan pembersih muka saja. Dia slalu beranggapan bahwa mandinya seorang lelaki itu yah cuma gosok gigi dan membersihkan muka saja, jadi yah apa bedanya dengan kebiasaan yang slalu dia lakukan, menurut dia hanya yang membedakannya adalah dia tidak membasuh badannya dengan air. Menurut pendapatnya dia gak terbiasa membasuh badannya dengan air.
“heeh Slamet” sentak bokapnya yang datang tiba – tiba.
Slamet yang merasa kaget dengan reflex dia berkata “aduh jantung gue copot”
“tumben kamu jam segini mandi? Biasanya kan kamu mandinya nunggu matahari ada di atas ubun – ubun (baca, siang)”
“biasa pak hari minggu, mau main sama temen” balas Slamet.
Hari ini Slamet dan empat kawan ingin pergi bermain ke kota Jakarta, sekedar ingin bermain ke tempat yang ramai di kunjungi orang (setau geu sih Jakarta emang udah rame?? =_=” ). Dia dan empat temannya yang bernama Sopyan, Haris, Dadang, dan Budi (ini bukan Budi yang biasa anak SD sebut kalau lagi belajar baca, yaah!!!) pergi dengan menggunakan jasa kereta api.
“hei, sob kenapa kita gak pergi naik bus aja daripada naik kereta?” sahut Haris.
“heeh ris, naik kereta itu banyak seninya. Didalam loe bisa ngobrol sama penumpang, loe bisa godain mbak – mbak yang jualan, dan kalau loe beruntung bisa cari cewek didalam kereta. Gak kaya naik bus, cuma bisa duduk rapih, yang ada gue malah tidur. Jadi, gak ada seninya sob” terang Slamet.
“bener noh ris, udah lah naik kereta aja” sambung Dadang.
Dan akhirnya mereka berlima pun pergi dengan menggunakan kereta yang menuju Jakarta.
Didalam kereta sudah penuh sesak dengan penumpang yang ingin beraktivitas, baik yang ingin pergi beraktivitas ke kota Jakarta maupun hanya sekedar bermain sama seperti yang mereka lakukan. “sob mending berdiri di sambungan aja, percuma masuk kedalam gerbong gak akan dapet tempat duduk” ajak Slamet pada teman yang lainnya. Mereka berlima pun memenuhi sambungan kereta yang secara tidak langsung merupakan jalan lalu lintas para penumpang lain yang ingin berpindah gerbong ke gerbong yang lainnya.
Sesaat setelah kereta melalui beberapa stasiun, Sopyan yang berdiri tepat berhadapan dengan Dadang merasa gelisah. “sumpah, gue udah kaya orag pacaran aja sama si Dadang. Liat posisi gue (berdiri berhadapan seperti pasangan yang sedang bersiap untuk ciuman) gak gue banget”.
“najis loe yan, emang gue nafsu sama loe?” bantah Dadang.
“udah – udah liat Slamet sama Budi, anteng bener dengan posisi mesra gtu” Haris menyelah.
“kekes bud. Hahahahaaa” tambahnya.
Budi yang merasa posisinya dengan Slamet keliat aneh langsung menghentakan tangan Slamet yang bertopang pada dinding kereta yang tepat di bahunya sambil berkata “anjiir loe met”.
Slamet yang merasa kaget tanpa sengaja bibirnya menyentuh pipi mbak – mbak yang jualan nasi merah yang berdiri tepat di sebelah dia dan Budi. “astaghfirullah..” reflex Slamet, “maaf mbak gak sengaja”.
 “sengaja juga gak apa – apa kok” jawab mbak penjual.
“pindah – pindah sob, jangan disini berdirinya. Sumpah, gak aman posisinya” tambah Slamet pada temannya.
Mereka pun pindah mencari tempat yang lain.
Dan akhirnya mereka memutuskan berpisah, Haris dan Sopyan memilih berdiri didekat pintu kereta, Budi dan Dadang memilih masuk agak kedalam gerbong, dan Slamet hanya berdiri didepan pintu kamar mandi. Dan akhirnya mereka sampai di stasiun Serpong, yang artinya cuma beberapa stasiun lagi mereka sampai pada tujuan.
“ris liat tuh ada cewek di atas gedung, lagi liat kesini. Pasti dia lagi manggil bokapnya trus bilang ‘ayah – ayah ada orang ganteng tuh di kereta’ “. Terang Sopyan.
“wew, paling juga bokapnya bilang ‘aah, salah liat kali’ ”. Jawab Haris.
Tanpa disadari Haris, Dadang, Budi, dan Sopyan, ternyata Slamet yang sudah pindah berdiri di seberang pintu kamar mandi ternyata di hampiri seorang cewek cantik yang baru naik ketika di stasiun Serpong tadi.
“khhmmm, hajar met” teriak Budi yang meliat posisi Slamet sangat menguntungkan, bagai dapat durian runtuh.
Slamet yang lugu dan polos itu pun hanya terdiam dan bergetar karena posisinya yang berpulukkan dengan cewek itu, yang hanya dibatasi tas yang di gendongnya.
Dan akhirnya cewek itu pun turun di stasiun berikutnya.
“woy cah, awas kaki loe tuh, jangan keluar pintu” sahut polisi yang bertugas menjaga di dalam kereta pada Haris.
“liat ris, awas wooyyy!!!” teriak Sopyan.
‘Wwwusssshhhhtttttttttttttt’
“selamet, selamet, hampir aja kaki gue putus nih yan”
“itu kan namaaaa guee rissss” teriak Slamet.
Akhirnya mereka pun tiba di stasiun kota di Jakarta. Dan bergegas turun dari kereta yang memberikan berbagai macam seni didalamnya.
“sumpah, lain kali gue gak bakal naik kereta lagi. Hampir aja kaki gue putus”  kata terakhir yang di lontarkan Haris yang kecewa dengan kejadian di kereta saat di stasiun.

 The End

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Free Web Hosting